STANDARISASI BAHAN ALAM

STANDARISASI BAHAN ALAM

SOAL
Tuliskan standarisasi bahan alam (ekstrak dan simplisia)!

JAWAB
Standarisasi ekstrak (Departemen Kesehatan RI, 2000)


Penentuan parameter non spesifik
1. Penentuan kadar air 
Sejumlah 0,1 g ekstrak ditimbang dalam krus porselen bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 1050C selama 30 menit dan telah ditera. Diratakan dengan menggoyangkan hingga merupakan lapisan setebal 10 – 15 mm dan dikeringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap, tutupnya dibuka, dibiarkan krus dalam keadaan tertutup dan mendingin dalam desikator hingga suhu kamar, kemudian dicatat bobot tetap yang diperoleh untuk menghitung persentase susut pengeringannya 

STANDARISASI BAHAN ALAM

2. Penentuan kadar abu
Sejumlah 0,2 g ekstrak ditimbang dengan seksama dalam krus yang telah ditera, dipijarkan perlahan-lahan. Kemudian suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600 ± 25C sampai bebas karbon, selanjutnya didinginkan dalam desikator, serta ditimbang berat abu. Kadar abu dihitung dalam persen berat sampel awal. Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, kemudian dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer P selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, disaring dan ditimbang, ditentukan kadar abu yang tidak larut asam dalam persen terhadap berat sampel awal.
STANDARISASI BAHAN ALAM
3.Penentuan total bakteri dan total kapang
a. Penentuan total bakteri 
Sejumlah 1 ml ekstrak dari pengenceran 10-4 dipipet dengan pipet steril, kemudian ditanamkan dalam medium NA, lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Kemudian diamati dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh dan dikalikan dengan faktor pengenceran. Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali.
b. Penentuan total kapang 
Sejumlah 1 ml ekstrak dari pengenceran 10-4 dipipet dengan pipet steril, kemudian ditanam dalam medium PDA, lalu diinkubasi pada suhu 25°C selama tiga hari. Kemudian diamati dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh dan dikalikan dengan faktor pengenceran. Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. 

4. Penentuan batas logam berat 
Penentuan batas logam Pb di dalam ekstrak dilakukan secara destruksi basah ekstrak dengan asam nitrat dan hydrogen peroksida, kadar Pb ditentukan dengan spektrofotometri serapan atom. Ditimbang teliti 0,799 g timbal nitrat Pb(NO3)2 kemudian dilarutkan ke dalam labu ukur 500 ml dengan air suling, dicukupkan volumenya. Dibuat beberapa konsentrasi 1, 2, 4, 8, dan 10 ppm. Ditimbang teliti 45 mg sampel ekstrak kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl, ditambahkan 5 ml HNO3 p.a. dan 1 ml HClO4 p.a. lalu didestruksi pada suhu 2000C sampai diperoleh larutan jernih, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, dicukupkan volumenya. Kadar logam Pb diukur menggunakan AAS pada λ 217 nm. 

5. Penentuan bobot jenis 
Bobot jenis ekstrak ditentukan terhadap hasil pengenceran ekstrak 5% dan 10% dalam pelarut etanol dengan alat piknometer. Digunakan piknometer bersih, kering dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru dididihkan pada suhu 25oC. Suhu diatur hingga ekstrak cair lebih kurang 20oC, lalu dimasukkan ke dalam piknometer. Diatur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25oC, kelebihan ekstrak cair dibuang dan ditimbang. Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi. Bobot jenis ekstrak cair adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot air, dalam piknometer pada suhu 25C

STANDARISASI BAHAN ALAM
Penentuan parameter spesifik
1. Pemeriksaan organoleptik, meliputi bentuk, warna, rasa dan bau. Pegujian ini dilakukan dengan menggunakan panca indera langsung. 
2. Penetapan kadar senyawa terlarut dalam pelarut tertentu. 
a. Kadar senyawa yang larut dalam air.
Sejumlah 0,5 g ekstrak disari selama 24 jam dengan10 ml air-kloroform LP, menggunakan labu bersumbat sambal berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 2 ml filtrate hingga kering dalam cawan penguap, residu dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam air terhadap berat ekstrak awal. 

b. Kadar senyawa yang larut dalam etanol
Sejumlah 0,5 g ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 10 ml etanol 95% menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat dengan menghindari penguapan etanol, kemudian diuapkan 2ml filtrat hingga kering dalam cawan penguap yang telah ditera, residu dipanaskan pada suhu 1050C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam etanol terhadap berat ekstrak awal.

Standarisasi simplisia
Untuk menjamin keseragaman mutu dari bahan alam yang diformulasikan dalam suatu sediaan farmasi maka diperlukan suatu proses standarisasi untuk menjamin keseragaman mutu produk (Depkes RI, 2000). Standarisasi simplisia merupakan salah satu tahapan penting dalam pengembangan obat bahan alam yang berasal dari
tanaman. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 261/MENKES/SK/IV/2009 tentang Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama menyebutkan bahwa persyaratan standarisasi simplisia harus memenuhi persyaratan dari Farmakope Herbal Indonesia (FHI).

A. Penetapan Susut Pengeringan
Botol timbang disiapkan, dipanaskan pada suhu 105°C selama 30 menit, lalu ditimbang. Hal tersebut dilakukan sampai memperoleh bobot botol timbang yang konstan atau perbedaan hasil antara 2 penimbangan tidak melebihi 0,005 g. Sebanyak 1 g bahan uji ditimbang, dimasukkan ke dalam botol timbang. Bahan uji kemudian dikeringkan pada suhu 105°C selama 5 jam dan ditimbang kembali. Proses pengeringan dilanjutkan dan timbang kembali selama 1 jam hingga perbedaan antara penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25% (Depkes RI, 2000). Susut pengeringan dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini. 

STANDARISASI BAHAN ALAM

B. Penetapan Kadar Abu Total 
Bahan uji ditimbang dan dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara. Krus porselin dipijar pada suhu 600°C kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000). 

C. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam 
Abu yang diperoleh dari hasil penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 mL asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijar sampai bobot tetap, kemudiaan didinginkan dan ditimbang. Kadar abu 100 yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000). 

D. Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air 
Bahan uji dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL air-kloroform (2,5 mL kloroform dalam akuades sampai 100 mL) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Filtrat sebanyak 20 mL diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000). 

E. Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol 
Bahan uji dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL etanol 95% dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Filtrat diuapkan sebanyak 20 mL sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000).

0 Response to "STANDARISASI BAHAN ALAM"

Post a Comment

Silahkan berkomentar yang bijak dan santun. Penggunaan link aktif akan terhapus otomatis. Untuk mendapatkan backlink Anda bisa menggunakan opsi Nama/Url.
Catatan :

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel